
TAPTENG, Kabardesa.co.id – Ratusan massa dari puluhan desa di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD dan Inspektorat Tapteng, menuntut kejelasan penanganan laporan dugaan penyalahgunaan dana desa. Selasa, (3/7/2025).
Aksi ini digerakkan oleh Forum Peduli Anti Korupsi Tapanuli Tengah dan Aliansi Masyarakat Peduli Dana Desa sebagai respons terhadap lambannya tindak lanjut laporan masyarakat mengenai dugaan korupsi dana desa yang melibatkan sejumlah kepala desa di wilayah tersebut.
Aksi Unjuk rasa sempat memanas di depan Kantor DPRD Tapteng karena tidak satu pun anggota dewan yang menerima massa aksi.
Ketegangan nyaris berujung bentrok antara demonstran dan petugas kepolisian serta Satpol PP yang berjaga di pintu gerbang.
Polisi akhirnya membuka akses masuk untuk perwakilan massa guna membuktikan bahwa seluruh anggota DPRD sedang melakukan kunjungan kerja di luar kota.
Usai dari kantor DPRD, massa melanjutkan aksi dengan berjalan kaki menuju Kantor Inspektorat Tapteng, membawa spanduk dan alat pengeras suara.
Mereka mendesak kepala Inspektorat, Mus Muliadi Malau, untuk segera menindaklanjuti puluhan laporan masyarakat terkait dugaan penyelewengan dana desa.
Ketua aksi, Maslan Simanjuntak, menyatakan ada sebanyak 59 desa yang telah dilaporkan masyarakat, namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai sejauh mana proses pemeriksaan yang dilakukan inspektorat.
“Kami tidak tahu sudah sejauh mana laporan kami diproses. Tidak ada transparansi,” katanya.
Ketegangan kembali memuncak ketika massa tiba di depan Kantor Inspektorat. Seorang demonstran bahkan nyaris memukul Kepala Inspektorat, Mus Muliadi, karena dinilai menyampaikan penjelasan secara arogan. Aksi tersebut berhasil diredam oleh aparat kepolisian yang segera mengamankan keadaan.
Koordinator aksi, Asber Manalu, membacakan empat tuntutan massa kepada Inspektorat Tapteng: pertama, segera memproses laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan dana desa secara profesional, transparan, dan tanpa tebang pilih.
Beberapa desa, seperti Pasar Sorkam, Pardamean, dan Bottot, disebut belum ditindaklanjuti sama sekali.
Kedua, meminta agar pemeriksaan dilakukan sesuai laporan masyarakat tanpa adanya lobi-lobi atau pembatasan tahun anggaran yang diperiksa.
Tuntutan ketiga adalah meminta Kepala Inspektorat, Muliadi, untuk mundur dari jabatannya karena dinilai mengintimidasi masyarakat dan bersikap arogan saat pemeriksaan di Desa Nauli, Kecamatan Sorkam.
Keempat, massa mendesak agar segera mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap desa-desa yang telah diperiksa, seperti PO Simargarap, Sipakpahi, Hiteurat, Sihapas Sorkam, Pelita, Sugasuga, Makmur, Huta Godang, dan Sukamaju.
Kepala Inspektorat Tapteng, Mus Muliadi, akhirnya menerima perwakilan massa di kantornya dan menyatakan akan menindaklanjuti seluruh tuntutan.
Dalam pertemuan tersebut, ia berjanji akan lebih serius menangani laporan masyarakat dengan menyatakan,
“Kami akan menindaklanjuti semua laporan ini. Dalam waktu dekat akan dilakukan pemeriksaan yang lebih menyeluruh.”
Mus Mulyadi Malau, kepada masyarakat pengunjuk rasa. Ia menjelaskan, Ada 10 desa yang laporan hasil pemeriksaannya telah selesai.
“Yakni dengan potensi kerugian, untuk Desa Mela 1, sebesar Rp 40.199.000 (Empat Puluh Juta Seratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Rupiah).” Ungkapnya.
Dia juga menyebutkan potensi kerugian di desa lain, seperti: Desa Unte Boang sebesar Rp 431.834.778, Desa Pasaribu Tobing sebesar Rp 180.002.000, Desa Sogar sebesar Rp 7.200.000, dan seterusnya hingga Desa Suga-suga Hutagodang dengan potensi kerugian sebesar Rp 431.715.000.
Aksi berlangsung tertib meskipun sempat diwarnai ketegangan. Massa membubarkan diri setelah menyampaikan seluruh aspirasi mereka dan berharap kepada Bupati Masinton Pasaribu agar menindak tegas dan transparan mengenai kasus ini kepada seluruh jajaran terkait. (Rahmat).