SITUBONDO JATIM, KabarDesa.co.id – Setelah lebih dari 30 tahun, polemik tanah kas desa (TKD) di Desa Kilensari akhirnya memasuki babak baru. Puluhan warga yang selama ini menempati tanah desa, berharap bisa mendapatkan sertifikat hak milik. Untuk menanggapi keinginan tersebut, Kades Kilensari menggelar sosialisasi penting yang dihadiri berbagai pihak, termasuk Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), camat Panarukan, dan pejabat pemerintah lainnya. Jumat (27/09/2024).
Kades Kilensari Sugiono memulai pertemuan dengan menjelaskan bahwa keinginan warga untuk memiliki sertifikat atas tanah yang mereka tempati telah menjadi perhatian pemerintah desa selama bertahun-tahun.
“Kami sudah berkali-kali membicarakan keluhan dan keinginan warga, tapi keputusan tidak bisa diambil sepihak. Kami mengundang berbagai pihak untuk mencari solusi yang tidak merugikan desa, tapi juga menjawab aspirasi masyarakat,” tegasnya di hadapan para warga yang hadir.
Namun, proses mendapatkan sertifikat hak milik tanah TKD tidaklah sederhana. Sugeng Purwo Kabid Bina Pemdes DPMD Kabupaten Situbondo, memperingatkan bahwa tanah kas desa memiliki peran penting dalam memberikan pendapatan bagi desa. “Jika tanah TKD ini tidak menghasilkan, desa akan kehilangan sumber pendapatan. Maka, proses seperti appraisal tanah, penilaian oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik), dan penggantian tanah harus dilakukan dengan sangat hati-hati,” ujarnya.
Sugeng menegaskan bahwa jika proses ini tidak dilakukan sesuai aturan, maka pihak-pihak yang terlibat berisiko menghadapi masalah hukum. “Ini bukan sekadar urusan tukar-menukar tanah. Masyarakat perlu memahami bahwa langkah-langkah ini panjang dan membutuhkan biaya, yang semuanya harus ditanggung oleh pemohon,” tambahnya.
Bima, pejabat PLT Bagian Hukum Pemkab Situbondo, menyoroti mekanisme pemindah tanganan tanah desa. “Ada dua cara yang bisa ditempuh: penjualan atau tukar-menukar. Namun, dalam konteks ini, tukar-menukar adalah opsi yang lebih memungkinkan, mengingat tanah kas desa sangat vital untuk pembangunan desa,” jelasnya.
Tukar-menukar tanah ini pun memiliki kategori khusus, seperti untuk proyek strategis nasional, kepentingan umum, atau kepentingan desa. Dalam kasus ini, tanah pengganti wajib berbentuk tanah yang nilainya sebanding atau bahkan lebih tinggi.
Dalam sosialisasi tersebut, warga diberikan pemahaman mengenai panjangnya proses yang harus dilalui dan biaya yang timbul, termasuk jasa appraisal yang sepenuhnya dibebankan kepada mereka. Meskipun begitu, pemerintah desa dan pemkab berjanji akan mengawal proses ini agar sesuai dengan aturan dan keinginan warga.
Dengan hadirnya berbagai pihak dalam sosialisasi ini, mulai dari camat, BPD, hingga DPMD, diharapkan ada kejelasan bagi warga yang telah lama memperjuangkan hak mereka. Tapi satu hal yang pasti, jalan menuju sertifikat hak milik atas tanah TKD di Kilensari masih panjang dan penuh tantangan.
“Semua keputusan harus dipastikan adil, baik bagi desa maupun warga,” pungkas Camat Panarukan Ali Munir mengakhiri pertemuan. (NUR/AIM)