
JAKARTA, Kabardesa.co.id – Pada tanggal 30 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto resmi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Kebijakan ini menjadi langkah strategis pemerintah dalam meningkatkan produksi pertanian melalui distribusi pupuk bersubsidi yang lebih efisien dan transparan.
Perpres ini mengatur perubahan skema distribusi pupuk bersubsidi yang mencakup pupuk urea, NPK, organik, SP-36, dan ZA dengan total alokasi 9,5 juta ton untuk tahun 2025. Namun, perubahan besar yang paling mencolok adalah penghapusan peran distributor, yang selama ini menjadi penghubung utama antara produsen dan kios pengecer.
Keluarnya Perpres ini disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Nasim Khan. Ia menilai bahwa kebijakan ini menunjukkan komitmen Presiden Prabowo terhadap swasembada pangan dan kesejahteraan petani.
“Kami sangat mendukung Perpres ini karena menandakan bahwa Presiden memberikan perhatian serta dukungan kepada dunia pertanian, khususnya petani kecil. Namun, implementasi kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati,” ujar Nasim Khan di Jakarta. Kamis (13/02/2025).
Salah satu tantangan utama dari skema baru ini adalah kesiapan kios pengecer, yang kini menjadi ujung tombak dalam distribusi pupuk subsidi. Jika sebelumnya distribusi dilakukan melalui rantai produsen → distributor → kios → petani, kini petani yang tergabung dalam kelompok tani bisa mendapatkan pupuk subsidi langsung dari kios pengecer tanpa perantara distributor.
Pemerintah memberikan masa transisi enam bulan untuk menerapkan skema distribusi baru ini. Jika dalam waktu tersebut kebijakan ini tidak berjalan dengan baik, maka skema lama yang melibatkan distributor akan kembali diterapkan.
Namun, Nasim Khan mengingatkan bahwa enam bulan adalah waktu yang cukup singkat untuk melakukan perubahan besar dalam sistem distribusi pupuk. Ia menyoroti beberapa potensi kendala, terutama dalam hal:
– Administrasi: Kios pengecer harus beradaptasi dengan sistem baru yang lebih kompleks.
– Transportasi: Selama ini distributor berperan dalam mendistribusikan pupuk ke kios, kini beban logistik berada di tangan kios kecil.
– Permodalan: Distributor selama ini sering kali membantu permodalan kios dalam memperoleh pupuk, yang kini harus diatasi sendiri oleh kios pengecer.
“Banyak kios pengecer yang menyatakan belum siap dengan skema ini. Bahkan laporan yang saya terima dari daerah pemilihan saya, hampir 80 persen kios pengecer belum siap menghadapi perubahan ini,” tegas Nasim Khan.
Selain kesiapan infrastruktur dan logistik, Nasim juga menyoroti pentingnya pembaharuan data penerima pupuk bersubsidi. Ia menilai bahwa sistem saat ini masih menyimpan banyak anomali, seperti:
– Petani yang sudah pindah lahan atau meninggal, tetapi masih terdaftar sebagai penerima pupuk subsidi.
– Petani yang tergolong mampu secara ekonomi namun tetap menerima subsidi.
– Data kelompok tani (Gapoktan) yang belum diperbarui secara menyeluruh.
Ia menekankan bahwa Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan petugas pedesaan harus lebih aktif dalam melakukan verifikasi data petani, agar subsidi benar-benar tepat sasaran.
“Jika penyaluran pupuk bersubsidi bermasalah seperti kasus distribusi elpiji, ini akan menjadi masalah besar bagi petani kita. Oleh karena itu, Satgas Pangan dan aparat kepolisian harus bersinergi dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum,” kata Nasim Khan.
Perubahan sistem distribusi pupuk bersubsidi ini tidak hanya berdampak pada sektor pertanian, tetapi juga pada sektor budidaya perikanan, terutama yang bergantung pada pupuk organik dan NPK untuk mendukung pertumbuhan biota air.
kebijakan ini bisa mempengaruhi harga dan ketersediaan pupuk. Jika terjadi gangguan distribusi atau keterlambatan pasokan, biaya operasional di sektor budidaya bisa meningkat.
Oleh karena itu, penting bagi para pelaku usaha budidaya untuk mulai mencari alternatif pasokan pupuk dan berkoordinasi dengan pemerintah guna memastikan kebijakan ini tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan produksi perikanan dan pertanian.
Perpres 6/2025 adalah langkah besar dalam reformasi sistem pertanian Indonesia, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan transparansi distribusi pupuk bersubsidi. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan kios pengecer, ketersediaan data akurat, dan dukungan permodalan serta logistik.
Jika transisi ini berhasil, Indonesia bisa mencapai swasembada pangan dengan sistem distribusi pupuk yang lebih efisien. Namun, jika implementasi tidak berjalan lancar, bukan tidak mungkin skema lama akan kembali digunakan, dan petani akan menghadapi kendala yang lebih besar dalam memperoleh pupuk bersubsidi.